
Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Pusat Statistik (BPS) tengah mencari sumber masalah di lapangan mengenai maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), meski ekspor di industri manufaktur moncer.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pihaknya sedang mengumpulkan data berbentuk Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Namun, prosesnya baru dimulai pada Februari 2025 ini.
“Perlu kita lihat dulu (fenomena PHK di tengah peningkatan ekspor manufaktur), kita sandingkan nanti data Sakernas yang saat ini masih diolah,” ucapnya dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tentunya kami belum bisa menjawab (kasus PHK di industri manufaktur) karena datanya harus kita lihat dulu secara lebih tepat,” tegas Amalia.
Di lain sisi, BPS melaporkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$3,12 miliar per Februari 2025. Ini ditopang oleh kinerja ekspor yang tembus US$21,98 miliar alias naik 2,58 persen, lebih besar dari impor senilai US$18,86 miliar.
Ekspor non-migas yang tumbuh 2,29 persen menyumbang US$20,84 miliar. Salah satu sektor, yakni industri pengolahan tercatat mengekspor US$17,65 miliar alias naik 3,17 persen.
Bahkan, secara spesifik BPS melaporkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mampu menembus US$1,02 miliar. Capaian di Februari 2025 ini meningkat 1,41 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
“Kenaikan (ekspor TPT) terbesar sejalan dengan data ekspor ke Amerika Serikat. Jadi, kenaikan (ekspor) tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar adalah ke Amerika Serikat sebesar US$17,4 juta atau naik 4,13 persen bila dibandingkan dengan Januari 2025,” bebernya.
Kinerja ekspor industri manufaktur yang masih cukup oke nyatanya tak dibarengi kepastian nasib buruh di tanah air. Terpantau ada banyak perusahaan TPT dan alas kaki yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Misalnya, Sritex Group selaku pabrik tekstil dan garmen besar di Indonesia yang resmi tutup total per 1 Maret 2025. Ada sekitar 11.025 buruh yang kini menganggur imbas PHK di empat anak usaha Sritex, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk di Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali, serta PT Sinar Pantja Djaja dan PT Bitratex Industries di Semarang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sempat mengklaim industri TPT tengah moncer. Ia mengutip data per Januari 2025, di mana ekspor kelompok tersebut naik 3,8 persen.
Kinerja sektor alas kaki bahkan tercatat sanggup tumbuh dua digit. Wanita yang akrab disapa Ani itu mencatat pertumbuhan ekspor kelompok barang ini mencapai 17 persen pada awal 2025.
“Jadi, ini menggambarkan bahwa produksi dan aktivitas manufaktur di Indonesia itu tetap mampu bertahan resilience, bahkan mereka itu cukup kuat,” katanya dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (13/3).
“Enggak cuma bertahan, bertahan itu kayaknya kan minimal banget. Dia (industri manufaktur) bahkan bisa growing dari mulai logam dasar, elektronik, dan bahkan yang labor intensive seperti alas kaki. Ini landasan optimisme yang harus terus kita jaga. Ini merupakan sesuatu yang positif yang tentunya perlu kita jaga bersama-sama,” imbuh Ani.
(skt/agt)