
Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengklaim ada 10.066 lowongan pekerjaan di Jawa Tengah selepas pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Sritex.
“Kemarin luar biasa dari Dinas Ketenagakerjaan Jawa Tengah, salah satu respons mereka ketika ada pailit (dan) PHK ini (Sritex) sudah terdata ada 10 ribu lebih lowongan pekerjaan yang bisa diisi,” ungkapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa (11/3).
“Saya masih ingat angkanya, 10.066 lowongan pekerjaan (di Jawa Tengah),” tegas Yassierli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, data korban PHK Sritex yang dihimpun Kementerian Ketenagakerjaan mencapai 11.025 buruh. Ini tersebar dari keempat anak perusahaan, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk di Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali, serta PT Sinar Pantja Djaja dan PT Bitratex Industries di Semarang.
Yassierli mengatakan PHK sebenarnya sudah terjadi sejak Agustus 2024. Ini menimpa 340 pekerja di PT Sinar Pantja Djaja.
Lalu, berlanjut di Januari 2025. Yassierli mengatakan kurator melakukan PHK 1.081 buruh PT Bitratex Industries di Semarang.
“Kasusnya ini (PHK PT Bitratex Industries) memang pekerja yang meminta di-PHK karena mereka membutuhkan kepastian,” tuturnya.
Sedangkan pemutusan hubungan kerja terakhir terjadi di empat perusahaan pada 26 Februari 2025 dengan korban 9.604 orang. Ini sejalan dengan penutupan total Sritex per 1 Maret 2025.
Namun, data PHK itu ternyata berbeda dengan stakeholder lain. BPJS Ketenagakerjaan justru mencatat PHK menyasar 10.824 buruh dan BPJS Kesehatan mengatakan ada 10.425 pekerja Sritex terdampak.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengklarifikasi soal beda data PHK massal di Sritex.
“Bedanya data itu karena cut off-nya. Jadi, kalau BPJS Ketenagakerjaan punya aplikasi dan sesuai data di aplikasi. BPJS Kesehatan ada aplikasi. Kami ada data juga dari kurator dan serikat pekerja,” jelasnya.
“Tapi saya setuju dan sangat sepakat ini harus kita sinkronkan akhir minggu ini, jangan sampai ada (data korban PHK) yang tertinggal. Kita juga harus cari tahu. Cut off ini juga berbeda-beda, ada data terakhir 1 Maret (2025), ada yang datanya masih di akhir Februari. Ini yang memang harus kita sinkronkan,” tutup Yassierli.
(agt/skt)