China Buka Opsi Dialog dengan AS soal Perang Tarif, Ini Syaratnya

Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah China membuka opsi dialog dengan Amerika Serikat (AS) terkait perang dagang.
Ini tertuang dalam bagian ke-6 white paper berjudul ‘China’s Position on Some Issues Concerning China-US Economic and Trade Relations’ yang dirilis The State Council Information Office (SCIO) 9 April kemarin. Namun, ada syarat yang diminta China.
Negeri Tirai Bambu yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu mensyaratkan dialog yang setara alias equal-footed. Pemerintah China ingin mendorong kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan AS yang saling menguntungkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tiongkok dan AS adalah dua ekonomi teratas dunia. Kerja sama ekonomi dan perdagangan antara kedua negara sangat besar, substantif, dan berbasis luas yang melibatkan begitu banyak pemain sehingga wajar saja jika ada beberapa perbedaan,” tulis white paper itu, dikutip Kamis (10/4).
“Cara terbaik untuk mengatasi masalah dan menjembatani kesenjangan adalah dengan mencari jalan untuk kerja sama yang saling menguntungkan melalui dialog yang setara,” tegas China.
Kerja sama China dan AS diklaim sangat penting untuk rakyat dari masing-masing negara. Di lain sisi, kesepakatan dua negara perekonomian terbesar itu nantinya bakal berdampak luas pada pembangunan dan perdamaian dunia.
Tiongkok sadar ada banyak contoh perselisihan dan perbedaan antarnegara. Begitu pula dengan cara menangani masalah tersebut yang bervariasi.
“Menyelesaikan sengketa melalui dialog dan konsultasi dapat menangani masalah dengan lebih efisien dan menghemat biaya yang tidak perlu bagi masyarakat internasional,” ucap Negeri Tirai Bambu.
“Melalui dialog setara, Tiongkok dan AS bisa menyatakan dengan jelas posisi mereka, mengklarifikasi fakta, menjelaskan alasan setiap masalah yang ada, membahas faktor-faktor masalah, dan menyusun solusi yang memungkinkan melalui konsultasi,” jelas mereka.
Hubungan ekonomi dan perdagangan China-AS yang sehat, stabil, dan berkelanjutan diharapkan bakal menguntungkan seluruh dunia.
“Perang dagang tidak menghasilkan pemenang dan proteksionisme mengarah ke jalan buntu. Keberhasilan ekonomi Tiongkok dan AS menghadirkan peluang bersama, bukan ancaman bersama. AS diharapkan bergabung dengan Tiongkok untuk bergerak ke arah yang sama, ditunjukkan oleh kedua kepala negara dalam percakapan telepon mereka pada awal tahun ini,” tutur China.
Tarif resiprokal yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump turut menghantam China. Awalnya, 10 persen, naik ke 20 persen, meningkat ke 50 persen, bengkak sampai 104 persen, hingga akhirnya China dihantam 125 persen imbas retaliasi yang dilakukan.
Masalah defisit neraca perdagangan AS atas China menjadi salah satu faktor mengapa Trump ngotot menetapkan tarif tinggi. Bahkan, sampai puncaknya di 2018 lalu pada periode pertama Trump ketika AS defisit US$418 miliar dari China.
Sementara itu, Sensus AS mencatat surplus dagang China dengan AS mencapai US$295,4 miliar pada 2024. Angka tersebut naik dari surplus US$279,1 miliar di 2023.
Pemerintah China membantah mereka sengaja mengejar surplus perdagangan dari Amerika, sehingga Negeri Paman Sam terus defisit. Sebaliknya, mereka mengklaim ekspor AS ke China justru tumbuh pesat setelah Negeri Tirai Bambu bergabung ke World Trade Organization (WTO) pada akhir 2001.
“Neraca perdagangan barang antara Tiongkok dan AS merupakan hasil tak terelakkan dari masalah struktural dalam ekonomi AS, serta konsekuensi dari keunggulan komparatif dan pembagian kerja internasional antara kedua negara. Tiongkok tidak secara sengaja mengejar surplus perdagangan,” tegas Tiongkok.
Di lain sisi, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengklaim masih mengalami defisit dalam perdagangan jasa dengan AS. Data United States Department of Commerce (USDOC) mencatat ekspor jasa AS ke Tiongkok meningkat dari US$5,63 miliar ke US$46,71 miliar selama 2001-2023 alias naik 8,3 kali lipat.
AS mencatat surplus US$26,57 miliar dalam perdagangan jasa dengan China pada 2023 lalu. Defisit perdagangan jasa yang dialami China ini terkonsentrasi di tiga aspek utama, yakni travel yang termasuk pendidikan; royalti kekayaan intelektual; dan transportasi.
China juga mengaku terus menggeber impor sampai melakukan investasi langsung di AS. Pada 2023, investasi langsung Tiongkok di AS mencapai US$83,69 miliar yang mencakup 18 sektor ekonomi nasional.
Perusahaan Tiongkok tercatat mendirikan lebih dari 5.100 perusahaan luar negeri alias penanaman modal asing (PMA) di Amerika Serikat dengan lebih dari 85 ribu karyawan lokal.
Bahkan, China mengklaim ada 931 ribu lapangan kerja tercipta pada 2022 berkat aktivitas ekspor AS ke Negeri Tirai Bambu. Data ini diambil dari perkiraan US-China Business Council.
Pemerintah China juga menyinggung bagaimana negara mereka menjadi ladang cuan bagi perusahaan Amerika. Secara spesifik, mereka menyinggung mobil Tesla buatan perusahaan Elon Musk laku keras di Tiongkok.
“Penjualan Tesla di Tiongkok terus tumbuh, melebihi 657 ribu unit pada 2024. Naik 8,8 persen year on year (yoy) ke rekor tertinggi baru dalam sejarah,” klaim China.
“Lebih dari 10 perusahaan asuransi Amerika memiliki anak perusahaan di Tiongkok. Lembaga keuangan Amerika, seperti Goldman Sachs, American Express, Bank of America, dan MetLife memperoleh keuntungan investasi yang substansial sebagai investor strategis di lembaga keuangan Tiongkok,” sambungnya.
(skt/agt)