Di CFD, Forum Perempuan NTT Minta Eks Kapolres Ngada Dihukum Berat

Jakarta –
Forum Perempuan Diaspora NTT melakukan aksi menolak kekerasan seksual pada anak dan perempuan di car free day (CFD) Bundaran HI, Jakarta Pusat. Mereka juga menuntut eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma dihukum berat terkait kasus kekerasan seksual yang menjeratnya.
Pantauan detikcom, Minggu (23/3/2025), Forum Perempuan Diaspora NTT mengenakan kain tenun khas NTT sembari membawa sejumlah poster. Poster itu bertuliskan ‘Stop Kekerasan Seksual Pada Anak’, ‘Lawan Kekerasan Seksual Pada Anak dan Perempuan di NTT’ hingga ‘Hukum Predator Seksual Seberat-beratnya’.
Ketua Forum Perempuan Diaspora NTT Sere Aba mengatakan, aksi itu dilakukan untuk mengajak masyarakat mengawal proses hukum kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tujuan kami adalah kami mengajak untuk seluruh masyarakat, khususnya lembaga-lembaga yang menangani kasus ini untuk terus memproses kasus dari kejahatan seksual yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada, Bapak Fajar Widyadharma,” kata Sere Aba.
Dia mengatakan, aksi itu akan terus berlanjut. Menurutnya, Forum Perempuan Diaspora NTT juga akan beraudiensi dengan KPAI, LPSK, Komnas Perempuan hingga Komnas HAM untuk meminta lembaga tersebut memberikan pengawalan terkait proses hukum eks Kapolres Ngada.
“Kami berharap ada langkah-langkah selanjutnya supaya proses pengawalan untuk kasus ini bisa terlibat ke lembaga-lembaga terkait, sehingga si pelaku bisa dihukum seberat-beratnya,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Istri Gubernur NTT Asti Laka Lena bicara hal senada. Ia meminta Eks Kapolres Ngada dihukum berat.
“Kita mengutuk terjadinya kejadian ini di Ngada dan juga di seluruh NTT sebenarnya, dan yang kedua adalah menuntut untuk dilakukan proses pengadilan yang seadil-adilnya dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku,” kata Asti Laka Lena.
Dia juga meminta agar saksi dan korban dalam kasus eks Kapolres Ngada mendapatkan perlindungan. “Kita akan mengupayakan bersama-sama pemulihan untuk para korban ini, supaya mereka bisa dari traumanya, psikis maupun fisik, dan juga mereka bisa bangkit kembali, bisa melanjutkan hidupnya,” katanya.
Adapun Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengapresiasi aksi yang dilakukan Forum Perempuan Diaspora NTT. Dia menilai tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual pada anak.
“Ini menjadi pendorong untuk kita semua bahwa kekerasan seksual itu tidak bisa ditoleransi apapun, dan korban wajib dilindungi dan dipenuhi hak-haknya,” kata Dian.
Dian mengatakan, pihaknya bakal mengawal proses hukum kasus tersebut. “Kami sangat mendorong masyarakat di NTT yang sekiranya punya anak atau punya kerabat atau tetangga yang pernah berinteraksi dengan pelaku, jangan pernah segan untuk melaporkan kepada lembaga layanan, supaya anak-anak kita terselamatkan,” ucapnya.
Sebelumnya, Polri telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap AKBP Fajar. Dia dinyatakan terbukti melecehkan anak di bawah umur dan berzina tanpa ikatan pernikahan.
Kini, AKBP Fajar berstatus tahanan di (Rutan) Bareskrim Polri. Fajar diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa.
AKBP Fajar diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). Usai sidang melepas seragam Polri, lalu berganti mengenakan baju tahanan oranye.
“Hasil dari penyelidikan, pemeriksaan melalui kode etik dan lewat Wabprof, ditemukan fakta bahwa FWLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang. Dan satu orang usia dewasa,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam jumla pers di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3) lalu.
Ketiga korban masing-masing berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. Sedangkan korban dewasa ialah SHDR yang berusia 20 tahun. Polri juga mengusut kasus narkoba AKBP Fajar. Polri menyatakan Fajar positif narkoba.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Abdul Karim mengatakan Polri tidak mentoleransi tindakan yang merusak kepercayaan masyarakat. Keputusan ini, terang Abdul, juga mencerminkan komitmen Pimpinan Polri dalam memastikan setiap oknum yang melakukan pelanggaran hukum akan dihadapkan pada proses hukum yang adil dan transparan.
“Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan akan terus memperbaiki kualitas pengawasan serta pengendalian internal untuk mencegah kejadian serupa di masa depan,” tegasnya.
(isa/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Source link