Jakarta, CNN Indonesia —
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini menilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini telah menunjukkan kondisi krisis.
Ia menyoroti penurunan IHSG yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir sebagai tanda melemahnya perekonomian nasional.
“Kondisi IHSG sebagai alarm dan termometer yang mengukur kesehatan ekonomi, memperlihatkan kondisi krisis dengan indeks yang terjungkal dari tahun 2004 7.163 menjadi 6.146 sekarang, turun lebih dari 11 persen dalam tiga bulan,” ujar Didik dalam keterangan resmi, Kamis (20/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, selain faktor politik, kebijakan ekonomi turut berperan dalam pelemahan indeks. Salah satu kebijakan yang ia soroti adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara (Danantara Indonesia), yang menurutnya telah memicu reaksi negatif dari pasar.
Meski konsepnya mirip dengan Temasek di Singapura dan secara ide dinilai baik, eksekusi kebijakan ini dianggap tergesa-gesa.
“Kebijakan pembentukan Danantara yang gegap gempita dan undang-undang disulap DPR dalam waktu 7 hari adalah prestasi dan rekor terhebat di dunia (mungkin juga akhirat). Ide bagus dan padanannya adalah Temasek, di mana saya sebagai ekonom sangat setuju. Namun ide yang baik dikemas dalam kebijakan yang asal-asalan bisa menjadi bumerang,” jelasnya.
Didik mengungkapkan sejak Danantara diresmikan pada 24 Februari 2025, pasar merespons dengan penarikan modal besar-besaran. Investor asing tercatat menarik dana sebesar Rp24 triliun, dengan Rp3,47 triliun di antaranya keluar hanya dalam satu hari setelah pengumuman resmi.
Hal ini menunjukkan ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan yang dikeluarkan secara mendadak.
“Kebijakan ekonomi pembentukan Danantara mengais reaksi pasar yang frontal. Investor asing kabur membawa Rp24 triliun, termasuk Rp3,47 triliun sehari setelah Danantara diresmikan tanggal 24 Februari 2025,” tambahnya.
Ia mempertanyakan apakah proses pengambilan kebijakan di tingkat pemerintah, DPR, dan kabinet telah mempertimbangkan dampaknya terhadap pasar.
Menurutnya, kesalahan ini harus segera diperbaiki dengan langkah-langkah yang lebih bersahabat dengan pasar, bukan sekadar meluncurkan kebijakan secara tiba-tiba dan berharap diterima begitu saja.
“Apakah proses kebijakan kolektif pemerintah, DPR, kabinet seperti ini tidak diperhatikan? Kesalahan ini harus diperbaiki dengan datang ke pasar, bersahabat dengan pasar, dan tidak lagi merasa kebijakan yang diluncurkan mendadak lalu akan diterima pasar,” tegasnya.
(del/sfr)