Ekonomi

Investor Kabur dari Wall Street Gara-gara Kobaran Perang Dagang Trump



Jakarta, CNN Indonesia

Investor global berbondong-bondong angkat kaki dari Wall Street, bursa saham Amerika Serikat (AS), gara-gara perang dagang yang disulut Presiden Donald Trump.

Pasar global terguncang hingga ke akar-akarnya oleh agenda perdagangan agresif Trump. Meski ia menjanjikan ‘zaman keemasan baru Amerika, daya tarik investasi AS telah lama kehilangan kilaunya.

Para CEO perusahaan global dilaporkan telah memangkas arahan, lalu bank-bank Wall Street telah memangkas target akhir tahun mereka untuk indeks S&P 500.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepergian investor dari pasar modal AS tercermin dari hasil survei terbaru Bank of America terhadap para manajer investasi global, yang datanya dihimpun sejak 2001.



Hasilnya menunjukkan banyak investor global yang berniat mengurangi kucuran duit mereka di AS. Sebanyak 73 persen responden berpikir keistimewaan AS telah mencapai puncaknya.

Ahli strategi multiaset senior dari Pictet Asset Management, Arun Sai mengatakan kebijakan dagang Trump telah menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi AS, serta membuat investor global memikirkan kembali alokasi aset mereka di AS.

“Bahkan jika ada de-eskalasi yang stabil dari sini, kerusakan sudah terlanjur terjadi. Tidak ada cara untuk mengembalikan keadaan seperti semula,” kata Sai kepada CNN Business, Selasa (22/4).

Menurutnya, pasar saham AS tetap menjadi tempat yang layak untuk berinvestasi dalam jangka panjang. Tetapi kini investor mencari saham di luar negeri untuk mendiversifikasi portofolio mereka di tengah gejolak tarif dan ketidakpastian yang luas.

“Jika Anda seorang investor Eropa, Anda sekarang akan berpikir dua kali untuk mengalokasikan secara strategis ke AS. S&P 500 bukan lagi satu-satunya pilihan,” pungkasnya.

Kaburnya para investor juga tampak dari survei terbaru American Association of Individual Investors. Hasil poling menunjukkan selama delapan minggu terakhir, lebih dari 50 persen responden bersikap pesimis terhadap pasar saham AS.

Jason Blackwell, kepala strategi investasi di Focus Partners Wealth, mengatakan kemungkinan sudah 15 tahun sejak klien-kliennya meminta untuk meningkatkan alokasi mereka ke saham internasional.

“Itu adalah panggilan yang cukup konsisten yang kami terima selama beberapa minggu terakhir,” kata Blackwell.

Blackwell mengatakan munculnya DeepSeek sebagai pesaing ChatGPT, serta prospek pertumbuhan yang lebih besar di Eropa menarik perhatian investor.

“Ditambah lagi tarif (Trump), dan tren de-globalisasi ini, saya kira ada serangkaian peristiwa yang benar-benar membuat investor memikirkan kembali eksposur internasional mereka dan menyeimbangkan kembali sedikit dari posisi mereka selama 10 tahun terakhir,” imbuhnya.

Tak Sedigdaya Dulu

Pasar saham AS memang telah lama menjadi standar emas. S&P 500 terus mengungguli indeks-indeks saham di Eropa dan Asia selama 15 tahun terakhir.

Namun, S&P 500 turun 10 persen tahun ini dan berada di jalur untuk bulan terburuknya sejak 2022. Investor saham sangat menyadari bahwa lanskap telah berubah drastis sejak indeks acuan melonjak 23 persen pada tahun lalu.

Nah, para analis pasar modal menilai tarif Trump menjadi katalisator yang mempercepat berakhirnya era keistimewaan AS.

Mereka juga menilai kebijakan tarif Trump merusak citra bahwa pasar AS adalah tempat utama untuk berinvestasi dengan kinerja nomor wahid yang tak tertandingi. Analis memandang perang dagang telah mengaburkan keputusan bisnis dan mengganggu perkiraan pertumbuhan ekonomi.

Kepala investasi dan manajer portofolio senior di Invesco, Alessio de Longis menyebut ada tiga hal yang mempercepat investor hengkang dari AS. Pertama, model kecerdasan buatan (AI) DeepSeek yang muncul Januari lalu. Kehadiran AI ‘murah’ buatan China mengejutkan Silicon Valley dan menantang dominasi AS dalam AI.

Kedua, perubahan dalam kebijakan luar negeri AS ke Ukraina yang berkurang pada Februari 2025. Pengurangan dukungan ini mamacu peningkatan pengeluaran pertahanan di Jerman, yang dianggap sebuah keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi di Eropa.

Ketiga, ulah Trump yang serampangan menerapkan tarif impor kepada negara-negara mitra pada Maret dan April ini. Menurut de Longis, polah Trump kali ini meyakinkan investor untuk melihat pasar lain di luar AS.

“Strategi komunikasi yang relatif tidak menentu dan tidak dapat diprediksi seputar tarif, serta kejutan awal dari jumlah besaran tarif ke seluruh dunia memberikan dorongan lain bagi kinerja buruk AS,” kata de Longis.

Ia menyebut dalam tiga bulan terakhir strategi investasinya telah bergeser. Dari awalnya terlalu fokus pada pasar saham AS, kini menjadi lebih seimbang antara Wall Street dan bursa Eropa.

Memudarnya minat investor ternyata bukan hanya pada saham-saham AS, tetapi juga pada obligasi dan dolar. Investor berbondong-bondong memborong emas hingga permintaan emas melonjak nyaris 27 persen tahun ini.

Bank of America mencatat perdagangan paling ramai April ini adalah emas, memutus rekor dua tahun perdagangan terlaris, yakni saham teknologi dalam Magnificent Seven.

Sementara itu, dolar AS telah melemah secara luas tahun ini, tanda potensial terkikisnya kepercayaan investor terhadap AS.

Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang asing utama, baru-baru ini membukukan minggu terburuknya sejak 2022.

Ada juga aksi jual obligasi pemerintah AS minggu ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa besar investor masih menghargai keamanan obligasi pemerintah AS.

[Gambas:Video CNN]

(pta/sfr)





Source link

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button