Ekonomi

Menjaga Kearifan Lokal, Menembus Pasar Global


Jakarta, CNN Indonesia

Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan efisiensi pemerintah yang berdampak langsung pada sektor pariwisata, Sudamala Resorts tetap teguh melangkah.

Bukan sekadar bertahan, jaringan hotel yang tersebar di Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) ini terus memelihara kualitas, merawat kearifan lokal, dan menyuguhkan kehangatan pelayanan sebagai kekuatan utamanya.

CEO Sudamala Resorts, Ben Subrata, menjelaskan bagaimana setiap properti yang mereka miliki merefleksikan karakter unik dari masing-masing destinasi.
“Kami tidak ingin hanya menghadirkan tempat menginap, tapi juga menghadirkan rasa,” ujarnya dalam wawancara dengan CNNIndonesia, Kamis (17/4).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, bukan tanpa tantangan. Properti Sudamala di Labuan Bajo, misalnya, cukup terdampak oleh kebijakan efisiensi pemerintah yang memengaruhi sektor wisata.
Pemerintah memangkas sejumlah anggaran, termasuk yang berimbas pada perjalanan dinas dan kegiatan instansi.

“Kalau bicara impact dari efisiensi pemerintah, itu sangat memengaruhi usaha kita di Flores,” ungkap Ben.



Meski begitu, ada secercah cahaya di tempat lain. Properti Sudamala di Bali dan Lombok menunjukkan ketahanan yang kuat, berkat tingginya minat dari wisatawan domestik dan turis mancanegara.

“Di dua daerah tersebut, kami sebagian besar tetap mendapatkan tamu dari luar negeri dan kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Jadi, bukan tergantung dari kegiatan pemerintah saja,” tambahnya.

Merawat Budaya, Menyentuh dengan Hati

CEO Sudamala Resorts Ben Subrata, saat sesi wawancara dengan CNNIndonesia.com di Jakarta. Kamis, 17 April 2025.CEO Sudamala Resorts Ben Subrata, saat sesi wawancara dengan CNNIndonesia.com di Jakarta. Kamis, 17 April 2025. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Sudamala Resorts bukan sekadar tempat beristirahat dengan fasilitas mewah. Di balik kenyamanan fisiknya, tersimpan filosofi kuat yang berakar pada penghormatan terhadap budaya lokal. Setiap elemen mulai dari arsitektur, desain interior, hingga material bangunan disesuaikan dengan kearifan lokal tempat resor itu berdiri.

“Setiap pengembangan selalu mengadopsi local wisdom. Kalau Anda datang ke Labuan Bajo, ya harus terasa seperti di Labuan Bajo. Bukan seperti tidur di kotak di langit,” ujar Ben, menilai gaya desain hotel modern yang kerap kehilangan identitas lokalnya.

Komitmen terhadap keberlanjutan budaya juga terlihat dari keterlibatan masyarakat sekitar dalam operasional Sudamala Resorts. Dalam setiap pembangunan maupun pengelolaan resorts, tenaga kerja lokal mayoritas selalu dilibatkan secara aktif. “Saya tidak ingin mereka hanya menjadi penonton,” Ujar Ben.

Lebih dari itu, Ben percaya bahwa esensi sebuah pengalaman menginap yang berkesan terletak pada sentuhan manusiawi dalam pelayanan. Meski setiap staf dibekali dengan standar operasional yang ketat, mereka tetap diberi ruang untuk berimprovisasi. Hal ini dilakukan agar tercipta momen-momen kecil yang mampu membekas di hati tamu.

“Kami berikan kebebasan untuk berimprovisasi. Supaya ada yang kami sebut wow factor, hal-hal sederhana yang membuat tamu merasa benar-benar diperhatikan,” jelasnya.

Contohnya mulai dari mengantarkan barang yang tertinggal langsung ke bandara, hingga memberikan kejutan ulang tahun untuk tamu, semua dilakukan dengan ketulusan dan empati.

“Kalau ada yang ulang tahun, kami beri kejutan. Kalau ada barang ketinggalan, kami langsung antar ke bandara. Lalu setiap malam ada turn down service, dimana staff kami akan meletakan bedtime stories yang berisikan cerita – cerita rakyat asli Indonesia, sangat menarik. Itu semua bagian dari pelayanan yang tulus dan manusiawi,” kata Ben.

Menjadikan Budaya sebagai Magnet

CEO Sudamala Resorts Ben Subrata, saat sesi wawancara dengan CNNIndonesia.com di Jakarta. Kamis, 17 April 2025.CEO Sudamala Resorts Ben Subrata, saat sesi wawancara dengan CNNIndonesia.com di Jakarta. Kamis, 17 April 2025. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Melihat ke depan, Ben Subrata menangkap peluang besar yang selama ini belum sepenuhnya tersentuh, kekayaan budaya di wilayah Indonesia Timur. Baginya, potensi ini masih belum digarap maksimal, padahal nilai yang dimilikinya begitu luar biasa.

Ia menyebut contoh Subak di Bali, yang telah diakui dunia lewat UNESCO. Tapi di balik itu, masih banyak warisan budaya lain yang tak kalah menarik. Salah satunya adalah kepercayaan Marapu yang dibungkus oleh budaya Sumba, yang menurut Ben memiliki daya tarik tinggi di mata wisatawan asing.

Menurutnya, Indonesia jauh lebih kaya dari Thailand atau Malaysia dalam hal keberagaman destinasi. Untuk itu, sebagai anak bangsa, ia akan terus mempromosikan budaya lokal Indonesia.

“Kalau bicara keberagaman budaya dan destinasi, Indonesia itu jauh lebih kaya daripada Thailand atau Malaysia,” ujarnya. “Sayangnya, kita masih kurang dalam hal promosi.”

Ia menekankan pentingnya menggeser fokus dari sekadar promosi produk menjadi promosi destinasi. Bukan hanya menjual apa yang dibuat, tapi juga merayakan cerita, tradisi, dan identitas yang menjadi bagian dari tiap sudut negeri ini.

Dalam dunia yang serba cepat, Ben Subrata percaya bahwa kembali ke akar budaya adalah cara paling autentik untuk bersaing di pasar global.

Sebagai anak bangsa, Ben merasa punya tanggung jawab untuk terus mengangkat budaya lokal ke tingkat yang lebih tinggi. Di tengah dunia yang terus bergerak cepat, ia percaya bahwa justru dengan kembali ke akar kepada tradisi dan nilai-nilai asli Indonesia bisa tampil lebih autentik dan kuat dalam persaingan global.

Komitmen pada Keberlanjutan

Sudamala sejak lama telah menunjukkan komitmennya terhadap isu lingkungan, tidak hanya melalui kebijakan, tetapi juga lewat langkah konkret di lapangan.

Salah satu contohnya adalah penggunaan alas kaki untuk tamu yang terbuat dari karet alami, tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga dapat disanitasi ulang sehingga lebih higienis dan bisa digunakan berulang.

Tak berhenti di situ, mereka juga aktif mendukung gerakan lokal seperti Malu Dong melalui Yayasan Sudamala Bumi Insani, sebuah kampanye populer di Bali yang mengajak masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

“Kami tidak lagi menggunakan plastik sekali pakai. Di semua properti kami, misalnya, air minum tidak disajikan dalam botol plastik, melainkan menggunakan Return of Glass Bottle (RGB),” ungkap Ben.

Dalam kesempatan ini Ben menyampaikan harapan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan dalam upaya memajukan sektor pariwisata adalah terciptanya kepastian hukum yang jelas dan konsisten.

“Sebagai pelaku usaha, tentu kami berharap ada kepastian hukum yang mendukung, khususnya di bidang berbagai perijinan dari masa pembangunan dan operasional,” ujarnya.

Ia percaya bahwa dengan landasan hukum yang kuat, investasi akan tumbuh, dan pembangunan sektor pariwisata yang berkelanjutan bisa diwujudkan secara lebih optimal.

(inh)





Source link

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button