Jakarta, CNN Indonesia —

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mendukung upaya Kementerian ESDM untuk membangun beberapa kilang minyak dengan total kapasitas hingga 1 juta barel per hari.

Apalagi, tujuannya untuk meningkatkan ketahanan energi dan ketahanan industri, terutama pada sektor industri petrokimia.

Agus menilai selama ini industri petrokimia memiliki peranan sangat penting dalam memasok kebutuhan bahan baku ke sejumlah sektor industri lainnya.

“Kami sangat mendukung pembangunan refinery ini guna penguatan hulu di sektor petrokimia dalam rangka menuju substitusi impor, serta dapat berdampak positif pada penguatan nilai tambah dan investasi, hingga penyerapan tenaga kerja,” ujar Agus dalam acara Diskusi dan Buka Bersama dengan Media di Kantornya, Rabu (12/3).

Menurut Agus, pembangunan kilang minyak ini akan mengoptimalkan produksi nafta yang sangat penting bagi sektor industri karena menjadi kebutuhan utama bahan bakunya.

Nafta merupakan salah satu fraksi minyak bumi yang dapat digunakan sebagai bahan baku bensin atau petrokimia. Fraksi ini dihasilkan terutama melalui proses distilasi minyak mentah di Crude Distillation Unit (CDU).

“Kami juga mendukung upaya Kejaksaan Agung untuk melakukan pembenahan tata kelola minyak dalam negeri yang akan bisa mengoptimalkan proses seluruh refinery yang ada di Indonesia untuk menghasilkan BBM dan nafta,” jelasnya.

Politisi partai Golkar ini juga optimis pembangunan kilang minyak ini selain untuk mewujudkan visi pemerintah dalam upaya mempercepat program hilirisasi, juga menjadi game changer dalam mendorong pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia.

“Tentu kami akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi terkait adanya penambahan refinery ini. Pembangunan refinery tersebut akan disebar di beberapa wilayah Indonesia,” terangnya.

Saat ini, produksi nafta untuk 1 juta ton per tahun memerlukan sekitar 3,03 juta ton per tahun minyak mentah.

“Dalam proses cracking tersebut, dari minyak mentah itu akan dihasilkan minimal 20 persen nafta. Ini juga tergantung dari proses pemanasan atau titik didihnya,” imbuhnya.

Sementara, hingga kini Indonesia hanya memiliki enam kilang minyak, namun sudah berumur sangat lama sehingga hanya mampu memproduksi nafta sebesar 7,1 juta ton per tahun.

Sedangkan kebutuhan nafta nasional mencapai 9,2 juta ton per tahun, sehingga masih dibutuhkan importasi sebanyak 2,1 juta ton. Artinya, diperlukan peningkatan kapasitas produksi nafta di dalam negeri.

Sebagai mother of petrochemical, apabila dapat diproduksi di dalam negeri, maka akan menghemat impor nafta dan produk-produk petrokimia sebesar US$9 miliar per tahun. Selain itu, berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produksi nasional untuk kemandirian bahan baku farmasi dalam negeri.

“Saat ini, terdapat beberapa proyek besar petrokimia yang segera beroperasi dan membutuhkan nafta kurang lebih 8 juta ton per tahun,” kata Agus.

Oleh karena itu, dalam mendukung penambahan kilang minyak di Indonesia, Kemenperin telah mengusulkan kepada Kementerian ESDM untuk membangun kilang minyak baru di wilayah Tuban, yang saat ini telah memiliki pabrik petrokimia, yaitu PT TPPI.

“Tuban ini merupakan pusat industri besar, dengan sektor utama meliputi semen, petrokimia, minyak dan gas, serta industri maritim,” pungkas Agus.

[Gambas:Video CNN]

(ldy/pta)