
Jakarta –
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan mahasiswa bernama Achmad Syiva Salsabila yang mempersoalkan keharusan membawa Surat Izin Mengemudi atau SIM dalam bentuk fisik. MK menyatakan peraturan yang ada saat ini telah memberi kepastian hukum.
“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian putusan MK yang dibacakan dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Dalam pertimbangannya, MK menganggap gugatan Achmad terhadap pasal 288 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) berada pada kategori sanksi pidana dan/atau denda. MK menilai penambahan rumusan berupa kata/kalimat baru maupun dengan cara memberikan makna/tafsir baru dalam pasal yang mengatur pemidanaan merupakan domain pembentuk undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MK mengatakan aturan soal pemidanaan mengandung tindakan untuk membatasi hak seseorang. Hal itu menyebabkan MK menahan diri agar tidak menambah rumusan dalam pasal yang mengandung pemidanaan.
“Mahkamah berpendapat Pasal 288 ayat (2) UU LLAJ telah memberikan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta ketentuan a quo tidak terbukti menghalangi Pemohon dalam mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil Pemohon mengenai inkonstitusionalitas bersyarat frasa ‘menunjukkan Surat Izin Mengemudi’ dalam norma Pasal 288 ayat (2) UU LLAJ adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Hakim MK Daniel Yusmic saat membacakan putusan perkara nomor 174/PUU-XXII/2024.
Dalam sidang pendahuluan, Achmad menyampaikan apresiasi ke pemerintah yang telah memperkenalkan SIM elektronik. Tapi, katanya, aturan yang ada belum mendukung agar warga cukup membawa SIM elektronik itu saja.
“Ketidakjelasan ini justru membebani Pemohon sebagai warga negara yang menggunakan SIM elektronik. Meskipun telah memiliki SIM elektronik yang sah, kami tetap harus membawa SIM fisik setiap saat untuk menghindari risiko sanksi atau dianggap melanggar hukum,” ujarnya, Kamis (19/12/2024).
Syiva meminta agar MK menyatakan Pasal 288 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertentangan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berikut isi pasal yang digugat Achmad:
Pasal 288 ayat 2:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.
(haf/imk)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
Source link