OJK Proyeksi Dampak Tarif Trump ke PDB RI Kurang dari 1 Persen

Jakarta, CNN Indonesia —
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi dampak tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia hanya kurang dari 1 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menghitung dampak tersebut berdasarkan sumbangsih ekspor-impor Indonesia terhadap PDB. Menurut perhitungannya, porsi perdagangan terhadap PDB Indonesia mencapai 36 persen-38 persen.
Meski terlihat besar, Mahendra membedah lebih dalam besaran ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Ia mencatat porsinya hanya sekitar 10 persen dari total ekspor di kisaran US$250 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut potensi yang terdampak hanya di kisaran 4 persen-5 persen dari total sumbangan perdagangan terhadap PDB. Sedangkan jika semua faktor dihitung, bahkan dampaknya bisa lebih kecil dari yang dikhawatirkan.
“Besarannya (dampak terhadap PDB) kalau dihitung-hitung keseluruhan hanya kurang dari 1 persen terhadap PDB. Jadi, besaran tarifnya tinggi, tapi kalau dihitung proporsinya karena perekonomian kita tidak terlalu terekspos pada perdagangan internasional (sehingga dampaknya menjadi kecil),” tuturnya dalam Konferensi Pers RDKB Maret 2025 secara virtual, Jumat (11/4).
“Ekspor ke Amerika hanya beberapa komoditas tertentu saja yang sangat sensitif terhadap itu (tarif resiprokal). Maka, nett-nya itu ada di kisaran kurang dari 1 persen dampaknya, kalau dikenakan tarif 32 persen,” sambung Mahendra.
Mahendra turut membandingkan porsi sumbangan ekspor dan impor untuk PDB negara lain di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Misalnya, sumbangsih perdagangan Singapura mencapai 300 persen terhadap PDB.
Lalu, Malaysia dan Thailand yang berada di atas 125 persen-150 persen serta Filipina dan Vietnam sekitar 90 persen sampai 100 persen. Mahendra menegaskan nilai kontribusi perdagangan terhadap PDB yang dimiliki Indonesia memang kecil, meski bukan yang paling rendah.
“Sekarang kita tahu tarif yang 32 persen itu ditunda dulu dan sementara dikenakan 10 persen untuk 3 bulan ke depan. Sehingga ada kesempatan untuk negosiasi. OJK mendukung penuh langkah pemerintah untuk melakukan negosiasi, tidak melakukan retaliasi terhadap penetapan tarif itu. Dengan begitu, bisa mencari formula yang saling menguntungkan,” jelasnya.
“Indonesia bisa melakukan diversifikasi dari sumber impornya. Sehingga neraca perdagangan dengan Amerika berimbang, tanpa kemudian Indonesia sendiri harus meningkatkan jumlah impornya. Lebih kepada diversifikasi (sumber impor),” saran Mahendra.
Prediksi bos OJK itu tak beda jauh dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang sekarang tengah berkumpul dengan menkeu se-ASEAN di Malaysia.
Sang Bendahara Negara memperkirakan dampak tarif Trump terhadap PDB Indonesia kurang dari 1 persen. Bahkan, dampaknya tak lebih besar dari 0,5 persen terhadap perekonomian Indonesia.
“Perkiraan situasi saat ini, sebelum jeda (penundaan tarif Trump), bisa mengurangi potensi pertumbuhan kita (Indonesia) antara 0,3 persen hingga 0,5 persen dari PDB,” bebernya, dikutip dari Reuters, Kamis (10/4).
Wanita yang akrab disapa Ani itu menyambut baik penundaan implementasi tarif Trump. Ia menegaskan Indonesia akan memanfaatkan jeda 90 hari tersebut untuk menghasilkan kerangka kerja sama yang ‘saling dihormati’ oleh negara lain dan bekerja sama dengan negara ASEAN untuk meningkatkan ketahanan kawasan.
Selain negosiasi, ia mengatakan Indonesia juga akan hati-hati dalam mengelola kebijakan demi mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan Trump.
“Pengeluaran harus dibuat lebih efisien, tepat sasaran, dan efektif dalam mendukung pertumbuhan di sisi moneter,” tegas Ani.
(skt/agt)