
Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut penerimaan pajak mencapai Rp187,8 triliun sampai dengan Februari kemarin. Realisasi itu baru mencapai 8,6 persen dari target.
Realisasi itu lebih rendah 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkumpul Rp 269,02 triliun.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu merinci beberapa alasan mengapa penerimaan perpajakan turun pada Januari 2025 dan Februari 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengklaim ada dua faktor utama penyebabnya.
Pertama, Anggito mencatat ada penurunan dari harga komoditas utama. Ini meliputi batu bara yang anjlok 11,8 persen yoy, minyak 5,2 persen, dan nikel turun 5,9 persen.
Sedangkan faktor kedua adalah masalah administrasi. Wamenkeu Anggito menyebut ada dua hal sumbernya, yakni di penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk PPh 21 dan relaksasi PPN dalam negeri.
“Kalau kita hitung, apabila dinormalisasi, artinya sebetulnya 2024 itu ada lebih bayar. Kita hitung selisih itu adalah Rp16,5 triliun. Nah, 2025 ini sebagai efek dari lebih bayar kalau itu diklaim atau dinormalisasi, sebetulnya rata-rata PPh 21 untuk 2025 itu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2024,” jelasnya.
“Jadi, ada kebijakan yang baru pertama kali dilaksanakan yang namanya TER untuk PPh 21. Kalau menghitung cash ini memang menurun, tapi ini adalah efek kebijakan TER,” sambung Anggito.
Selain itu, ia menjelaskan Kemenkeu menerapkan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri selama 10 hari. Anggito menyebut kewajiban pembayaran sampai Februari 2025 itu direlaksasikan hingga 10 Maret 2025.
(skt/agt)