Pertamina Geothermal Energy Raih Laba Bersih Rp2,6 T di 2024

Jakarta, CNN Indonesia —
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) mencatat laba bersih sebesar US$160,3 juta atau sekitar Rp2,65 triliun (asumsi kurs Rp16.566 per dolar AS) pada 2024. Angka ini turun tipis dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$163,57 juta atau setara Rp2,70 triliun.
Direktur Keuangan PGE Yurizki Rio menjelaskan penurunan laba bersih ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah turunnya pendapatan dari production allowance yang diperoleh melalui Joint Operation Contract (JOC) Partners sebesar US$3,2 juta atau Rp53 miliar.
“Ini kenapa turun? Sebenarnya ini adalah merupakan revenue dari production allowance terkait dengan adanya kenaikan atau eskalasi pricing di JOC kita yang terjadi di tahun 2022 tapi pencatatannya carry over ke tahun 2023,” jelas Yurizki dalam media briefing di Restoran Bungarampai, Jakarta Pusat, Rabu (26/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sehingga 2023 itu ada windfall sebesar lumayan tinggi ya, sebesar US$3 juta-an kalau enggak salah. Dan di 2024 pendapatan dari JOC ini udah normalize kembali, coming back to the typical levels,” imbuhnya.
Selain itu, PGE juga mengalami kenaikan beban depresiasi sebesar US$2,7 juta akibat langkah post-capitalization clean-up yang bertujuan mengurangi aset dalam konstruksi yang belum terselesaikan. Namun, langkah ini justru menghasilkan efisiensi pajak sebesar US$9,5 juta atau Rp157,3 miliar.
“Kalau kita lihat di sini, walaupun kita memang ada depresiasi tinggi, tapi di sini kita juga saving income tax sebesar US$9,5 juta,” ujar Yurizki.
Sementara itu, Yurizki juga menyebut perubahan dalam laporan keuangan tahun ini dilakukan dengan menyesuaikan beberapa pos biaya berdasarkan sifatnya.
“Jadi kita bagi-bagi based on the nature, semua expense yang terkait dengan production activity kita masukkan ke cost of production, kemudian yang tersisa masuk ke opex (pengeluaran operasional), dan kemudian other income, other expenses kita taruh di bawahnya,” tambahnya.
Menurutnya, langkah ini tak hanya mengikuti regulasi akuntansi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi juga mempermudah analisis keuangan perusahaan.
Dari sisi beban operasional, PGE mencatat beberapa pengeluaran tambahan, termasuk US$6,8 juta atau Rp112,6 miliar untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam rangka ekspansi ke kapasitas 1 gigawatt (GW), serta peningkatan belanja konsultasi akibat eksplorasi tiga potensi merger dan akuisisi (M&A).
Sementara itu, beban keuangan naik sebesar US$7,5 juta atau Rp124,2 miliar yang terkait dengan implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 223 dan pembiayaan sementara menunggu proyek PLN kembali berjalan.
(del/agt)