
Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor tekstil Indonesia tembus US$1,02 miliar per Februari 2025 alias naik 1,41 persen secara bulanan.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut kenaikan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) ini disumbang pesanan dari Amerika Serikat (AS) yang bertambah.
Misalnya, pakaian dan aksesorinya (rajutan) alias HS 61 yang tercatat dalam tiga besar komoditas penyumbang kenaikan ekspor Indonesia ke AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kenaikan (ekspor tekstil dan produk tekstil) terbesar sejalan dengan data ekspor ke Amerika Serikat,” ujar Amalia dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin (17/3).
“Jadi, kenaikan (ekspor) tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar adalah ke Amerika Serikat sebesar US$17,4 juta atau naik 4,13 persen bila dibandingkan dengan Januari 2025,” sambungnya.
Di lain sisi, wanita yang akrab disapa Winny itu juga mengungkapkan data penurunan impor tekstil yang cukup dalam. Ia mengatakan impor TPT dari luar negeri secara total turun 20,74 persen secara month to month (mtm).
Indonesia saat ini masih mengimpor tekstil senilai US$606,8 juta. Akan tetapi, barang dari China diklaim makin sedikit.
“Penurunan (impor tekstil) terbesar ini berasal dari Tiongkok sebesar US$141,1 juta atau (turun) 36,60 persen dibandingkan dengan Januari 2025,” bebernya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sempat mengklaim industri TPT sedang moncer. Ia mengacu pada pertumbuhan sektor tersebut sebesar 4,3 persen di 2024 lalu.
Ia bahkan membandingkan capaian tahun lalu dengan kondisi industri tekstil 2023. Sri Mulyani mengatakan gerak sektor TPT pada saat itu bahkan merosot hingga 2 persen.
Kinerja industri tekstil dan produk tekstil di Januari 2025 juga dianggap masih oke. Sang Bendahara Negara menyebut ekspor kelompok tersebut tercatat positif di 3,8 persen.
“Jadi, ini menggambarkan bahwa produksi dan aktivitas manufaktur di Indonesia itu tetap mampu bertahan resilience, bahkan mereka itu cukup kuat,” jelas Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (13/3).
“Enggak cuma bertahan, bertahan itu kayaknya kan minimal banget. Dia (industri manufaktur) bahkan bisa growing dari mulai logam dasar, elektronik, dan bahkan yang labor intensive seperti alas kaki. Ini landasan optimisme yang harus terus kita jaga. Ini merupakan sesuatu yang positif yang tentunya perlu kita jaga bersama-sama,” tambahnya.
(skt/sfr)