Sepak Terjang dan Profil Tupperware yang Resmi Tutup di Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia —
Produsen wadah penyimpanan makanan dan minuman Tupperware resmi tutup di Indonesia setelah 33 tahun beroperasi.
Dalam keterangannya di Instagram, Tupperware mengumumkan bahwa perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu menghentikan operasionalnya sejak 31 Januari 2025.
“33 tahun bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun waktu itu, Tupperware telah menjadi bagian dari dapur, meja makan, dan momen berharga keluarga Indonesia,” ungkap manajemen seperti yang tertulis di unggahan Instagram resmi Tupperware Indonesia yang dikutip di Jakarta, Minggu (13/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghentian bisnis di Indonesia, sambung perusahaan, merupakan keputusan induk perusahaan yang telah memutuskan untuk menghentikan aktivitas di sebagian besar negara.
Tupperware pun menyampaikan terima kasih kepada masyarakat Indonesia karena sudah menjadi bagian dari perjalanan bisnis perusahaan.
“Kenangan selama 33 tahun ini akan selalu menjadi bagian dari cerita indah kami. Terima kasih telah menjadikan Tupperware lebih dari sekedar produk, anda telah membuatnya menjadi bagian dari keluarga, momen, dan cerita yang penuh makna,” ujar Tupperware.
Lantas bagaimana sepak terjang dan profil Tupperware?
Tupperware Brands Corporation didirikan pada 1946 oleh pebisnis AS Bernama Earl Silas Tupper yang lahir pada 1907.
Sejak muda, Tupper disebut-sebut sudah terobsesi dengan riset. Karena itu, ia bergabung dengan perusahaan riset di usia 21 tahun. Saat itu, ia menemukan metode memurnikan ampas biji hitam polyethylene menjadi plastik yang fleksibel, kuat, ringan, dan tak berbau.
Kemudian pada 1938, Tupper mendirikan usaha plastik miliknya sendiri bernama Earl S Tupper Company, serta mematenkan produk dengan nama Poly-T. Pada 1947, ia kemudian mematenkan wadah penyimpanan makanan plastik kedap udara pertamanya bernama Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler dengan merek Tupperware.
Sejak itu popularitas Tupperware menggila, terutama di kalangan generasi perempuan pasca Perang Dunia II. Salah satu media promosinya adalah Tupperware Home Party yang pertama kali diperkenalkan oleh Brownie Wise.
Tupperware home party adalah sebuah acara sosial di mana produk-produk Tupperware, terutama wadah penyimpanan makanan dan alat rumah tangga lainnya, dipamerkan dan dijual.
“Diperkirakan hampir setiap 1,3 detik diselenggarakan Tupperware Party di salah satu sudut dunia,” klaim Tupperware di situs resmi mereka.
Namun seiring berjalannya waktu, Tupperware mengalami kemunduran. Pada 2024 lalu, perusahaan mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11. Permohonan diajukan imbas buruknya permintaan beberapa tahun terakhir.
Perusahaan juga bangkrut karena kalah dengan para pesaingnya, terutama mereka yang membuat wadah penyimpan lebih murah dan ramah lingkungan.
Berdasarkan dokumen permohonan kebangkrutan yang mereka ajukan, Tupperware tercatat memiliki aset sebesar US$500 juta-US$1 miliar. Namun, kewajiban perusahaan lebih besar yakni US$1 miliar-US$10 miliar.
Dokumen juga mencantumkan jumlah kreditur Tupperware yang mencapai 50.001 dan 100 ribu.
CEO Tupperware Laurie Goldman sempat berusaha menyelamatkan kebangkrutan Tupperware pada 2023 lalu. Mereka merestrukturisasi utang hingga menandatangani perjanjian dengan bank investasi Moelis & Co untuk membantu mencari alternatif strategis.
Namun, upaya tersebut tak cukup membantu. Likuiditas perusahaan yang bermasalah membuat Tupperware ragu untuk terus bisa menjalankan bisnis.
(fby/pta)