Beda Tarif 47 Persen yang Disinggung Airlangga dengan Tarif Resiprokal

Jakarta, CNN Indonesia —
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tekstil Indonesia saat ini sudah terkena tarif impor ke Amerika Serikat mencapai 47 persen, di luar dari tarif resiprokal ke RI sebesar 32 persen yang saat ini tengah ditangguhkan penerapannya oleh Presiden AS Donald Trump.
Airlangga menyampaikan perkembangan baru soal tarif tersebut usai bertemu dengan delegasi pemerintahan AS di Washington pada pekan ini.
Dalam konferensi pers pada Kamis (17/4) di AS, Airlangga mengatakan khusus untuk barang-barang tekstil dan garmen, beban tarif tertingginya sudah mencapai 47 persen. Nilai ini merupakan akumulasi dari tarif atau bea sudah yang ditetapkan saat ini yang nilainya di kisaran 10-37 persen, ditambah tarif global 10 persen yang berlaku sejak 5 April.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beban tarif untuk garmen dan tekstil ini juga lebih tinggi dibanding pesaing-pesaing Indonesia.
“Dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 [persen] ditambah 10 [persen], ataupun 37 [persen] ditambah 10 [persen],” ujar Airlangga saat konferensi pers secara daring di AS, Kamis (17/4) malam waktu setempat.
Airlangga juga menggarisbawahi penambahan tersebut menjadi perhatian pemerintah.
“Dengan tambahan 10 persen ini ekspor kita biayanya lebih tinggi. Karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia, bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut,” ujar dia.
Sebelum itu tepatnya pada 2 April lalu, Trump mengumumkan dua tarif yaitu tarif tambahan 10 persen untuk semua barang yang masuk ke AS dan berlaku secara global per 5- April, dan tarif resiprokal yang nilainya berbeda-beda untuk setiap negara.
Untuk tarif resiprokal atau tarif timbal balik, RI dikenakan 32 persen, dan berlaku untuk mayoritas barang-barang impor dan bukan hanya tekstil.
Tarif resiprokal ini merupakan kebijakan perdagangan yang mengenakan pajak impor separuh dari dengan tarif yang ditetapkan negara lain terhadap produk domestik. AS mengeklaim Indonesia menerapkan tarif ke Negeri Paman Sam “termasuk manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan” sebesar 64 persen.
Perwakilan Indonesia juga sempat mengatakan tak mengetahui dasar perhitungan tarif tersebut dan akan mengklarifikasinya.
Sementara itu, ekonom RI dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan menyebut tarif yang dikenakan Indonesia terhadap produk AS jauh lebih rendah yakni sekitar 8-9 persen.
“Kalau kita lihat level yang sebenarnya, kalau kita lihat tarif kita itu sebenarnya tidak sampai 64 persen terhadap produk Amerika itu. Mungkin kira-kira sekitar 8 sampai 9 persen,” ungkap dia dalam diskusi pada awal april via zoom.
Komunitas internasional juga banyak yang mempertanyakan cara perhitungan tarif resiprokal yang ditetapkan Trump. Mereka beranggapan angka itu tak masuk akal dan bisa memicu kekacauan perdagangan global.
(isa/vws)