Ekonomi

Penjelasan Analis soal Sebab IHSG Bisa Rontok 9 Persen Usai Lebaran



Jakarta, CNN Indonesia

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun bebas pada pembukaan perdagangan Selasa (8/4) pagi.

IHSG bahkan sempat ambles hingga 9,19 persen ke level 5.912,06 sebelum akhirnya Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan selama 30 menit sesuai regulasi.

Tekanan ini menjadi salah satu yang terdalam sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat pasar modal Hendra Wardana menyebut koreksi tajam IHSG mencerminkan kepanikan pasar yang luar biasa, terlebih terjadi usai libur panjang Lebaran.



Bahkan, indeks LQ45 yang berisi saham-saham unggulan juga ikut terkoreksi dalam hingga 11,31 persen ke level 651,46.

“Saham-saham berkapitalisasi besar menjadi korban utama, seperti BBCA yang turun 12,94 persen, BBRI minus 14,57 persen, TLKM minus 14,94 persen, BBNI anjlok 13,21 persen, dan ASII yang relatif lebih tangguh dengan penurunan 3,46 persen,” ujar Hendra kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/4).

Ia menjelaskan salah satu pemicu utama kejatuhan IHSG adalah pengumuman kebijakan tarif dagang baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan tersebut menaikkan tarif hingga 32 persen terhadap sejumlah produk dari negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Meskipun secara proporsi ekspor ke AS hanya sekitar 9,9 persen dari total ekspor Indonesia, pasar meresponsnya secara berlebihan karena sentimen ini menyiratkan ketegangan dagang global yang kembali meningkat, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia, serta gangguan rantai pasok,” jelas Hendra.

Tak hanya faktor global, ketiadaan reaksi cepat dari pemerintah Indonesia sebelum pasar dibuka juga memperburuk kondisi.

Menurut Hendra, ketidakpastian ini membuat pelaku pasar kehilangan kepercayaan, ditambah tekanan teknikal seperti margin call dan forced sell, khususnya pada saham-saham unggulan yang selama ini menopang indeks.

Sementara itu, pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi menambahkan gejolak global yang sedang berlangsung memang menjadi salah satu pemicu besar merosotnya IHSG.

Ia menyoroti sejumlah faktor eksternal mulai dari perang dagang, ketegangan geopolitik, hingga kebijakan suku bunga tinggi di AS

“IHSG dalam pembukaan pasar mengalami penurunan hampir 9 persen. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perang dagang di mana Amerika memperlakukan perang dagang via impor tambahan ke semua negara termasuk Indonesia 32 persen,” ungkap Ibrahim.

Ia mengatakan situasi ini membuat banyak negara berpikir ulang untuk melakukan negosiasi atau melawan tarif tersebut. Akibatnya, perekonomian global kembali goyah dan ketakutan akan resesi pun mencuat.

Tak berhenti di situ, rilis data tenaga kerja di AS yang jauh di atas ekspektasi juga memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi. Menurut Ibrahim, hal ini menambah tekanan terhadap pasar finansial global, termasuk Indonesia.

Selain perang dagang dan kebijakan The Fed, Ibrahim juga menyoroti eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah dan Eropa. Perang Israel di Jalur Gaza, memanasnya hubungan negara-negara Arab dengan AS, serta serangan Rusia ke Ukraina semakin memperburuk sentimen global.

“Ini yang sebenarnya membuat kondisi global terus mengalami penurunan sehingga saham-saham berbasis teknologi berguguran. Jadi sangat wajarlah kalau seandainya Indeks Harga Saham Gabungan ini turun tajam,” tegas Ibrahim.

Menurutnya, dengan kondisi global yang tidak menentu dan situasi domestik yang juga belum kondusif, potensi suspensi perdagangan oleh BEI memang sudah sesuai prediksi.

Ibrahim menyebut BEI berpeluang melakukan suspensi jika IHSG turun lebih dari 8 persen dalam satu sesi perdagangan.

Namun di balik tekanan ini, Hendra menilai masih ada peluang positif bagi Indonesia. Ia berpendapat turunnya harga minyak dunia hingga 21 persen sebagai dampak perang dagang justru bisa menguntungkan Indonesia sebagai negara importir migas, dengan potensi penghematan hingga US$4 miliar.

Selain itu, ia menyebut yield US Treasury yang menurun mendorong arus modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pelemahan dolar AS juga memberi ruang stabilisasi bagi nilai tukar rupiah. Hendra menambahkan Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan momen ini untuk memperluas pasar ekspor ke kawasan lain seperti India, ASEAN, Eropa, dan Afrika.

Secara teknikal, Hendra melihat level support IHSG berada di area 5.800 dan resistance di level 6.000. Setelah trading halt, kata dia, biasanya kepanikan mulai mereda dan potensi technical rebound bisa terjadi.

Lebih lanjut, Hendra menilai pernyataan resmi dari Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan siang ini terkait sikap Indonesia terhadap kebijakan tarif Trump akan menjadi katalis penting bagi arah pasar selanjutnya.

“Secara keseluruhan, penurunan IHSG hari ini lebih disebabkan oleh sentimen eksternal dan reaksi emosional pasar, bukan karena kerusakan fundamental ekonomi dalam negeri,” tegas Hendra.

Ia pun mengingatkan bagi investor jangka panjang, kondisi ini justru bisa menjadi peluang untuk mengakumulasi saham-saham berfundamental kuat yang saat ini harganya tertekan terlalu dalam.

[Gambas:Video CNN]

(del/agt)






Source link

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button