
Jakarta, CNN Indonesia —
Dewan Asuransi Indonesia (DAI) mengungkapkan tingkat inklusi asuransi di Indonesia baru mencapai 12 hingga 13 persen. Padahal, tingkat literasi asuransi warga mencapai 44 persen.
“Ini menunjukkan bahwa ada orang yang mengerti asuransi tetapi tidak membeli asuransi. Yang membeli hanya setengah dari orang yang mengerti,” kata Ketua Umum DAI Yulius Billy Bhayangkara dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI, Senin (17/3).
Kendati demikian, Yulius mengatakan kondisi tersebut tak juga bisa dijadikan patokan. Pasalnya literasi asuransi hanya menghitung orang yang dengan sadar membeli asuransi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, sebenarnya banyak orang yang menjawab tidak ketika ditanya apakah membeli asuransi ketika disurvei, tetapi mereka sebenarnya memiliki BPJS.
Bahkan, kata Yulius, hampir 98 persen penduduk Indonesia memiliki BPJS.
“Jadi sebenarnya kalau bicara BPJS sudah banyak orang Indonesia yang punya,” katanya.
Yulius mengatakan biasanya ada tiga alasan masyarakat membeli asuransi. Pertama, karena aturan yang berlaku seperti kepesertaan BPJS.
Kedua, karena persyaratan kontrak seperti pembelian mobil secara kredit yang wajib memiliki asuransi.
“Ketiga baru karena kebutuhan risk management untuk menjaga hari tuanya,” katanya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset industri asuransi di Januari 2025 mencapai Rp1.146,47 triliun atau naik 2,14 persen (yoy) dari posisi yang sama di tahun sebelumnya, yaitu Rp1.122,43 triliun.
Dari sisi asuransi komersil, total aset mencapai Rp925,91 triliun atau naik 2,53 persen yoy. Adapun kinerja asuransi komersil berupa pendapatan premi pada periode Januari 2025 sebesar Rp34,76 triliun, atau turun 4,10 persen (yoy).
(fby/sfr)