
Jakarta –
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri membongkar kasus dugaan penipuan dengan modus investasi mata uang kripto atau cryptocurrency internasional. Apa saja fakta yang terungkap?
Sejauh ini, total ada 90 orang telah menjadi korban. Jumlah korban diperkirakan akan bertambah terus.
“Sampai dengan saat ini jumlah korban mencapai 90 orang dan diperkirakan akan terus bertambah,” kata Dittipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Himawan mengatakan ada 13 laporan yang diterima polisi dari seluruh wilayah Indonesia terkait kasus penipuan tersebut. Kerugian dari total 90 korban dalam kasus ini mencapai Rp 105 miliar rupiah.
“Adapun jumlah total kerugian dari 90 orang tersebut mencapai Rp 105 miliar. Berdasarkan korban, jumlah terbanyak terdapat di beberapa wilayah antara lain Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar,” tutur Himawan.
Apa saja fakta yang terungkap? Baca halaman selanjutnya.
1. Polisi Sita 67 Rekening
Foto: Konferensi pers kasus scam kripto internasional (Ondang/detikcom)
|
Polisi menyita 67 rekening milik pelaku. Rekening digunakan sebagai rekening penampungan uang.
“Penyidik telah melakukan pemblokiran dan penyitaan uang dari 67 rekening bank yang diduga merupakan penampungan hasil kegiatan sebesar Rp 1.532.583.568,” kata Himawan.
Himawan mengatakan tiga warga negara Indonesia (WNI) telah ditangkap dan ditetapkan tersangka dalam kasus ini.
Ketiga WNI ini berinisial AN, MSD, dan WZ. Para pelaku ini ditangkap di rentang Februari-Maret 2025.
2. WN Malaysia Terlibat
Foto: Ilustrasi kripto (Dok. Shutterstock)
|
Dalam sindikat ini juga dilibatkan warga negara Malaysia. Seorang warga Malaysia yang terlibat diduga berperan sebagai pengendali.
“Tersangka AN berperan sebagai membantu pembuatan perusahaan dan rekening nominee untuk digunakan dalam money laundering. Uang hasil kejahatan penipuan yang diketahui oleh tersangka dikendalikan oleh orang Malaysia,” ujar Himawan.
Sementara itu, tersangka MSD berperan dalam mencari korban hingga membuat rekening. Tersangka MSD bergabung dalam sindikat ini sejak Oktober 2024. Dia juga mengaku bekerja sama dengan seorang warga Malaysia dalam menjalankan tugasnya.
“Tersangka MSD atas perintah tersangka WZ mengirimkan handphone yang sudah terinstal akun exchanger kripto dan internet banking melalui ekspedisi atau mengantarkan langsung ke Malaysia kepada seseorang berinisial LWC di Malaysia,” tutur Himawan.
“Tersangka WZ berperan sebagai koordinator pembuatan layer nominee kripto dan perusahaan yang digunakan untuk menerima uang dari korban di wilayah Medan. Tersangka WZ telah melakukan kegiatan ini sejak tahun 2021,” sambungnya.
Himawan mengatakan saat ini Bareskrim Polri juga telah menerbitkan status DPO kepada dua orang tersangka inisial AW dan SR. Polri juga berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam menerbitkan red notice untuk tersangka dari warga negara Malaysia.
“Penyidik juga telah mengeluarkan DPO terhadap dua warga negara Indonesia dan terhadap pelaku warga negara asing, penyidik telah berkoordinasi dengan stakeholder lain untuk melakukan penerbitan Red Notice,” katanya.
3. Gencar Promosi Saham
Foto: Ilustrasi penipuan online (Getty Images/sarayut Thaneerat)
|
Himawan mengatakan para korban awalnya melihat iklan tentang trading saham dan investasi kripto itu dari media sosial Facebook. Saat mencoba membuka, secara otomatis mereka langsung diarahkan ke sebuah nomor WhatsApp milik pelaku.
“Diawali pada bulan September tahun 2024, para korban melihat iklan di Facebook tentang trading saham dan mata uang kripto. Para korban membuka iklan tersebut dan kemudian diarahkan ke nomor WhatsApp,” kata Himawan.
Saat berkomunikasi di WhatsApp, korban lalu berinteraksi dengan sosok yang mengaku sebagai Profesor AS. Sosok itu mengaku akan mengajarkan para korban cara menjalankan trading saham dan mata uang kripto.
“Selanjutnya korban diarahkan bergabung ke dalam grup WhatsApp yang di dalamnya terdapat nomor WhatsApp yang mengaku sebagai mentor dan sekretaris dari bisnis trading saham dan mata uang kripto dengan nama platform JYPRX, SYIPC, dan LEEDSX,” jelas Himawan.
Para korban kemudian diarahkan untuk mempelajari bisnis trading saham dan mata uang kripto. Materi untuk kedok belajar itu diberikan oleh Profesor AS setiap malam.
“Korban diarahkan untuk mengikuti pelajaran tiap malam yang diberikan oleh orang yang mengaku sebagai Profesor AS. Dimana orang tersebut mengerti tentang mencari keuntungan dan trading saham dan mata uang kripto,” ucap Himawan.
4. Korban Dijanjikan Keuntungan
Foto: Ilustrasi penipuan online (Shutterstock)
|
Dalam prosesnya, korban dijanjikan akan mendapatkan keuntungan atau bonus mulai dari 30 sampai 200 persen setelah bergabung dalam bisnis fiktif itu. Korban kemudian diinstruksikan membuat akun pada ketiga platform tersebut.
“Selanjutnya para korban diarahkan pelaku untuk melakukan transfer dana ke beberapa rekening bank atas perusahaan yang tertera pada platform tersebut,” tutur Himawan.
Singkat cerita, pada Januari 2025, para korban mendapatkan pesan WhatsApp dari pusat perdagangan JYPRX Global untuk aset digital layanan pelanggan mata uang kripto kawasan Asia Pasifik atau Indonesia. Isi pesan itu berupa pemberitahuan adanya penangguhan sementara penghapusan pengguna terdaftar di wilayah Indonesia oleh exchange JYPRX, SYIPC, dan LEEDXS.
“Korban diwajibkan untuk transfer pembayaran pajak, serta fee kepada platform tersebut jika korban ingin melakukan withdraw atau penarikan uangnya,” urai Himawan.
Para korban mulai merasa curiga dengan rentetan pesan yang ada. Saat akan melakukan penarikan dana, uang yang telah disetor masuk tak dapat kembali.
“Sehingga para korban menyadari bahwa telah mengalami penipuan dan melaporkan kepada pihak kepolisian,” katanya.
5. Peran Tersangka
Foto: Ilustrasi penipuan online (Getty Images/iStockphoto/Tero Vesalainen)
|
Himawan lantas merinci peran tiga tersangka yang telah ditahan. Tersangka WZ, kata dia, ditangkap pada 9 Maret di Medan, Sumatera Utara. WZ berperan sebagai koordinator pembuatan layer nominee kripto dan perusahaan yang digunakan untuk menerima uang dari korban di wilayah Medan.
“Tersangka WZ telah melakukan kegiatan ini sejak tahun 2021,” jelas Himawan.
Selain membuat perusahaan, tersangka WZ mengirimkan ponsel yang telah terinstal aplikasi perbankan dan exchanger kripto. Dia juga mengaku mengirim melalui ekspedisi juga mengantarkan langsung kepada tersangka LWC di Malaysia.
“Tersangka mengakui telah mengirimkan lebih dari 500 unit handphone beserta lebih dari 1.000 akun aplikasi perbankan dan exchanger kripto (menyebutkan sejumlah nama exchanger, red) yang siap digunakan pada ponsel tersebut,” ungkap Himawan.
Berdasarkan pengakuannya, WZ tahu bahwa ponsel tersebut digunakan untuk pencucian uang dari hasil kegiatan penipuan.
Selanjutnya, tersangka MSD yang ditangkap pada 1 Maret di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa MSD telah bekerja sejak Oktober 2024.
Dia bertugas mencari orang untuk digunakan identitasnya dalam pembuatan akun exchanger kripto dan membuat rekening bank di wilayah Medan dengan imbalan uang sebesar Rp 200-250 ribu per bank.
Selain itu, MSD diperintahkan oleh tersangka WZ untuk mengirimkan ponsel yang sudah terinstal akun exchanger kripto dan internet banking kepada tersangka LWC ataupun mengantarkan langsung kepada LWC di Malaysia.
Ketiga, tersangka AN ditangkap pada Kamis (20/2) di Tangerang, Banten. AN berperan dalam membantu pembuatan perusahaan dan rekening nominee untuk digunakan dalam pencucian uang hasil kejahatan ini.
“Tersangka AN bekerja sejak bulan Oktober 2024 atas perintah tersangka AW dan SR yang saat ini telah ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO),” urai Himawan.
Halaman 2 dari 6
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
Source link