
Jakarta, CNN Indonesia —
Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka kembali perdagangan bursa usai menghentikan perdagangannya untuk sementara waktu imbas IHSG anjlok 6,52 persen ke level 6.049 pada Selasa (18/3) pagi.
Pembekuan perdagangan dilakukan pada pukul 11:19 WIB setelah IHSG anjlok hingga 6 persen, melewati ambang batas penghentian otomatis yang ditetapkan regulator.
BEI dalam keterangannya menyatakan penghentian perdagangan dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tentang Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan dalam Kondisi Darurat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai ketentuan, trading halt diterapkan apabila IHSG turun 5 persen dalam satu sesi perdagangan.
“Perdagangan akan dilanjutkan pukul 11:49:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) tanpa ada perubahan jadwal perdagangan,” tulis BEI dalam pengumumannya.
IHSG mencatatkan penurunan paling tajam di antara indeks saham utama di Asia. Pada Selasa (18/3) pukul 11.49 WIB, IHSG mengalami koreksi sebesar 420,97 poin atau anjlok 6,58 persen ke level 6.046, menjadikannya indeks dengan pelemahan terdalam dibandingkan indeks lainnya di kawasan.
Bahkan, IHSG sempat merosot lebih dari 3,4 persen sebelum sedikit mereda.
Kondisi ini sangat kontras dengan pergerakan indeks saham lainnya di Asia yang justru mengalami penguatan signifikan.
Indeks Nikkei 225 di Jepang, misalnya, melesat 1,44 persen, sementara indeks saham di Malaysia (KLSE) dan Singapura (STI) juga mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 1,04 persen dan 1 persen.
Kondisi ini memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) di bursa saham untuk meredam volatilitas pasar.
Menurut Head of Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi, kejatuhan IHSG yang signifikan ini tergolong anomali jika dibandingkan dengan bursa regional lainnya.
“Jika melihat bursa Asia seperti Nikkei yang naik 1,4 persen, Shanghai yang hanya menguat 0,09 persen, STI 1 persen, dan FKLCI 1 persen, maka koreksi IHSG mengindikasikan kekhawatiran investor terhadap ekonomi Indonesia dan pasar keuangan,” jelasnya.
Oktavianus menambahkan beberapa faktor turut memperparah tekanan di pasar saham domestik, seperti meningkatnya credit default swap (CDS) Indonesia ke 76 basis poin per 27 Februari 2025, depresiasi rupiah sebesar 0,6 persen sejak Januari, serta melebar spread Surat Berharga Negara (SBN) dengan US Treasury 10 tahun hingga 255 basis poin.
“Selain itu, pemangkasan rating saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs yang mengkhawatirkan pelebaran defisit anggaran turut berkontribusi terhadap pelemahan IHSG,” tambahnya.
Tak hanya itu, investor asing juga terus menarik dana mereka dari pasar modal Indonesia. Data hingga 17 Maret 2025 menunjukkan arus modal keluar (capital outflow) mencapai Rp26,9 triliun.
“Jika IHSG terus melemah hingga minus 5% atau lebih, kemungkinan regulator akan melakukan trading halt untuk menstabilkan pasar,” kata Oktavianus.
Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyoroti faktor eksternal yang turut menekan IHSG.
Menurutnya, kebijakan perdagangan Amerika Serikat pasca-kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden memicu kekhawatiran pasar.
“Trump kembali mengangkat isu perang dagang, terutama dengan negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko. Ini bisa berdampak negatif terhadap ekonomi global dan pasar keuangan,” ujarnya.
Ibrahim juga menyoroti arus modal asing yang terus keluar dari pasar modal Indonesia dalam beberapa pekan terakhir.
“Investor mulai menarik dananya karena ketidakpastian ekonomi domestik, terutama terkait defisit anggaran yang baru saja diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani,” jelasnya.
Jika defisit ini tidak ditangani dengan baik, ia memperkirakan pelebarannya akan berlanjut hingga akhir tahun.
Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah juga menjadi perhatian. Ibrahim mengungkapkan dengan eskalasi perang dagang dan ketidakpastian global, nilai tukar rupiah bisa melemah hingga Rp16.900 per dolar AS sebelum akhir tahun.
“Kondisi ini pasti akan mempengaruhi IHSG,” tambahnya.
Di sisi lain, gejolak konflik di Timur Tengah turut menambah tekanan di pasar keuangan global.
“Serangan Israel ke Jalur Gaza yang menewaskan lebih dari 120 orang telah memicu eskalasi perang terbuka dengan Hamas. Konflik ini menyebabkan dolar AS kembali menguat, sementara pasar menjadi lebih berhati-hati terhadap aset berisiko,” pungkasnya.
Dengan berbagai sentimen negatif ini, IHSG masih berpotensi mengalami tekanan dalam beberapa waktu ke depan.
(agt)