
Jakarta –
Koalisi Masyarakat Sipil mengeluarkan petisi ‘Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui Revisi UU TNI‘. Koalisi Masyarakat Sipil menuangkan penolakan terhadap revisi UU TNI yang dinilai memungkinkan militer aktif menduduki jabatan-jabatan sipil serta melemahkan militerisme.
Pantauan detikcom di di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025), berbagai jaringan masyarakat sipil secara bergantian membacakan isi petisi tersebut. Jaringan sipil tersebut terdiri dari YLBHI, Perempuan Mahardika, Imparsial, Human Rights Working Group (HRWG), Greenpeace Indonesia, Bijak Memilih, Kontras, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), LBH Pers, Transparency International Indonesia, Amnesty International Indonesia, Sentra Inisiatif, dan lain lain.
Isi petisi tersebut terkait pasal-pasal yang direvisi berdasarkan daftar inventaris masalah (DIM), yang diajukan oleh pemerintah. Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan revisi RUU TNI tak memiliki urgensi yang membawa TNI ke arah lebih profesional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Terdapat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme (dwifungsi TNI) di Indonesia. Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer,” ujar Dosen UI Sulistyowati Irianto saat membacakan petisi.
Dalam petisi juga disebutkan TNI dipersiapkan untuk perang, bukan untuk mengisi jabatan sipil. Koalisi Masyarakat Sipil meminta perwira aktif TNI segera mengundurkan diri jika menduduki jabatan sipil.
“Sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik dan disiapkan untuk perang. Bukan untuk fungsi non-pertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil,” ujar Sulis.
“Kami mendesak agar anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar yang sudah diatur dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI, agar segera mengundurkan diri (pensiun dini),” tambahnya.
Pada petisi tersebut juga disebutkan UU TNI tak memiliki keharusan direvisi. Koalisi Masyarakat Sipil justru mendorong pemerintah segera merevisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai revisi mengenai peradilan militer lebih penting karena kewajiban konstitusi untuk menjalankan prinsip kesamaan hukum bagi semua warga negara. Tidak hanya itu, reformasi peradilan militer disebut merupakan mandat TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Dalam konteks reformasi sektor keamanan, semestinya pemerintah dan DPR mendorong agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Agenda revisi UU ini lebih penting ketimbang RUU TNI,” ujar Sulis.
“Agenda itu merupakan kewajiban konstitusional negara untuk menjalankan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) bagi semua warga negara, tanpa kecuali. Reformasi peradilan militer merupakan mandat TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 dan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI,” pungkas dia.
Simak Video ‘Istana Bantah RUU TNI Disebut untuk Hidupkan Dwifungsi ABRI’:
(aud/aud)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
Source link