
Pemerintah menemukan ada beberapa produsen Minyakita yang berbuat curang, mulai dari menyunat isinya hingga menjual di atas harga eceran tertinggi (HET).
Mulanya, kecurangan terungkap dari video viral yang memperlihatkan bahwa Minyakita kemasan 1 liter yang mestinya berisi 1.000 mililiter (ml) ternyata hanya berisi 750 ml hingga 800 ml.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berserta Satgas Pangan pun langsung melakukan sidak di beberapa wilayah dan menakar sendiri isi Minyakita dan ternyata memang betul bahwa ada kecurangan dalam penjualan minyak yang dilaunching oleh Zulkifli Hasan ketika menjabat sebagai menteri perdagangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah memastikan sendiri ada kecurangan, Amran memerintahkan agar produk Minyakita kemasan 1 liter ditarik dari pasaran.
Tak hanya itu, ternyata banyak juga produsen yang menjual Minyakita di atas HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.700 per liter, mulai berlaku pada 14 Agustus 2024.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan produsen Minyakita yang menjual di atas HET serta mengurangi isinya terancam hukuman penjara dan denda Rp2 miliar.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang mengatakan sanksi diberikan ke pengusaha nakal karena terbukti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Bagi pengecer yang menjual harga di atas HET dan hanya membeli Minyakita dua hingga tiga karton, katanya, Kemendag akan memberikan sanksi berupa teguran terlebih dahulu. Apabila masih melanggar, akan dinaikkan status sanksinya dengan mencabut izin usaha perusahaan hingga hukuman penjara dan denda.
“Nanti dicabut (izin usaha) pada akhirnya, tapi kan nggak bisa bicara sekarang karena masih proses,” kata Moga.
Lalu apa penyebab banyak produsen yang mengakali isi dan harga Minyakita?
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan harga Minyakita di level konsumen berada di atas HET sebenarnya bukan hal baru. Sudah banyak ditemukan harga jual mahal di beberapa wilayah.
“Harga ‘nangkring’ di atas HET setidaknya sudah terjadi sejak pertengahan 2023, sudah cukup lama,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Namun, untuk isi yang disunat memang baru menjadi perhatian masyarakat. Sebab, konsumen memang jarang mengukur dan memastikan kebenaran satuan barang yang dibeli, apalagi dalam bentuk mililiter.
Khudori menduga produsen menyunat isi Minyakita karena ‘paksaan’ pemerintah harus menjual sesuai HET, padahal biaya pokok produksi lebih mahal. Harga bahan baku minyak goreng sawit (CPO) dalam negeri selama 6 bulan terakhir tercatat sekitar Rp15 ribu-16 ribu per kg.
Sedangkan, dengan angka konversi CPO ke minyak goreng sebesar 68,28 persen dan 1 liter setara 0,8 kilogram (kg), maka untuk memproduksi Minyakita seharga Rp15.700 per liter, harga bahan baku CPO harusnya maksimal hanya Rp13.400 per kg.
“Ini baru menghitung bahan baku CPO. Belum memperhitungkan biaya mengolah, biaya distribusi, dan margin keuntungan usaha. Kalau ketiga komponen itu diperhitungkan, sudah barang tentu harga CPO harus lebih rendah lagi,” imbuhnya.
Khudori menilai pengusaha ‘terpaksa’ melakukan kecurangan dengan memangkas isi demi menghindari kerugian karena penugasan yang diharuskan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah merevisi atau mengkaji ulang kebijakan yang ditetapkan. Apabila tidak, maka menyunat volume hingga atau menjual HET akan terus terjadi.
“Jika tidak ada koreksi kebijakan, dua kemungkinan itu yang akan terjadi,” jelasnya.