
Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan alias Zulhas optimistis Indonesia berpotensi tidak lagi mengimpor beras hingga akhir 2026.
Menurutnya, hal ini dapat tercapai jika sejumlah kebijakan terkait produksi dan penyerapan gabah berjalan sesuai rencana.
“Jadi kalau (Perum) Bulog bisa menyerap 1,5 juta ton saja, sampai April itu, maka tidak hanya tahun ini, sampai akhir 2026, kita insya Allah tidak impor beras lagi,” ujar Zulhas dalam acara CNBC Indonesia Food Summit 2025 di St Regis Jakarta, Rabu (19/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah memperbaiki distribusi pupuk.
Ia menyebut sejak Januari 2025, pupuk didistribusikan langsung ke petani melalui sistem yang memungkinkan pemantauan secara lebih cepat.
Dengan sistem ini, jika ada daerah yang mengalami kelangkaan pupuk, solusinya dapat segera ditemukan.
Selain itu, pemerintah juga melakukan pembenahan pada proses produksi, termasuk meningkatkan peran penyuluh pertanian.
Namun, selain faktor produksi, Zulhas menekankan pentingnya kebijakan harga gabah yang menguntungkan petani. Ia mengungkapkan sebelumnya, Bulog memiliki keterbatasan dalam menyerap gabah dari petani karena aturan harga pembelian yang ketat.
“Dulu waktu awal-awal, saya baru dipercaya Pak Jokowi jadi menteri perdagangan, perumusannya Bulog itu kalau beli gabah, gabah itu harganya setinggi-tingginya, dulu Rp4.450. Jadi kalau Bulog beli Rp4.500 masuk penjara. Akhirnya Bulog enggak dapat bahan, enggak dapat beras, ya kan, yang main akhirnya tengkulak, petani harganya murah, gabahnya, oleh karena itu semangat untuk bertani jadi berkurang,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Zulhas mengatakan pemerintah mengubah kebijakan harga gabah, dengan menetapkan harga batas bawah sebesar Rp6.500 per kg.
Dengan kebijakan ini, diharapkan petani tetap termotivasi untuk menanam padi dan tidak beralih ke tanaman lain atau menjual sawahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga April 2024, produksi beras nasional mencapai 13,5 juta ton, yang disebut sebagai angka tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Dengan kebutuhan rata-rata 2,6 juta ton per bulan, jumlah ini dinilai cukup untuk memenuhi konsumsi nasional.
(skt/sfr)